Senin, 29 Januari 2018

Surat Patah Hati

“Kabar baik atau buruk? Pilih yang mana? Pasti kabar baik, aku akan menebak pasti kamu suka kabar baik lalu mengabaikan kabar buruk. Kabar buruk akan ku jadikan goodnews begitu pula sebaliknya”
Dengan bangga aku memproklamasikan kemenanganku melalui sosial media padahal aku cuma menang move on tercepat tingkat patah hati akut karena putus dan di rebut orang lain.
Ya, baru saja hatiku di patahkan oleh seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab dengan janji-janji manis yang pernah di ungkapkan akibatnya membuahkan kepahitan. Kopi aja pahit apa lagi janji-janji palsu.
Aku teringat lagu geisha yang berjudul jika cinta dia, liriknya persis banget dengan keadaan ku saat itu, ketika ia lebih memilih perempuan lain dibanding aku yang jelas-jelas lebih cantik, setia, cerdas, baik hati tapi kurangnya aku pendek, tapi manis. Jangan iri atau dengki nanti malah jadi penyakit.
Ibaratnya duniaku telah di kocok, seperti lagi ngocok arisan lalu keluar sebuah kertas yang digulung-gulung yang bertuliskan “selamat anda berhasil move on dari patah hati akut” aku tidak menyadari apa yang telah terjadi, tiba-tiba saja ada yang mengirimi ku sebuah pesan whats app yang “selamat anda berhasil move on dari patah hati akut” jadinya aku penasaran siapa yang mengirim whats app tersebut.
Patah hati memang mematikan, dunia kita akan terhenti jika tidak mampu bangkit, bangkit dari rasa yang pernah menggebu-gebu, rasa yang tidak mudah hilang, rasa yang indah berubah jadi kabut hitam yang mengguncang dada.
“ini ada surat untuk kamu”
Tiba-tiba seseorang yang sama sekali tidak ku kenali memberikan sebuah surat berwarna biru muda, aku bertanya-tanya di dalam hati “mungkin dari seseorang yang diam-diam menyukai ku”
Aku membuka surat itu secara perlahan
“Untuk Sinta
hei jangan sedih, datanglah ke taman kota pada jam 3 sore oke aku menunggumu, pastikan jangan terlambat, selamat atas kemenanganmu”
Surat teraneh yang pernah aku dapatkan tepatnya surat pertama yang aku dapatkan seumur hidupku toh zaman sekarang kan sudah canggih kok pakai surat-surat segala lalu yang paling mencengangkan surat tersebut tidak mencantumkan nama pengirimnya tetapi nama penerimanya sudah benar dan ditujukan untukku.
“jangan-jangan ini adalah penculikan berencana, penculik tersebut ingin memerkosaku lalu membunuhku seperti kasus pembunuhan Yuyun anak di bawah umur yang sempat viral” kataku sambil berpikir keras
“ada apa kok diam? Sudahlah jangan pikirkan dia lagi yang meninggalkan kamu” kata Rangga menyodorkan air minum
“Rangga temanku yang setia setiap saat, selalu ada seperti rexona yang selalu ada buat ketekku, jangan sok tahu ya, aku sudah tidak peduli lagi dengan dia. Aku telah jatuh cinta lagi” jawabku dengan antusias
“kamu suka sama siapa?” tanyanya penasaran
“baru aja aku dapat surat cinta, sebentar sore aku akan pergi ke taman kota, bye jangan ikut campur” jawabku meninggalkannya dengan melambaikan tangan
“Sinta… hati-hati dengan orang asing” Rangga berteriak di lobby fakultas.

∞∞∞
Waktu telah menunjukkan pukul 14.30 WITA mendadak dosenku memiliki urusan penting yang harus dihadirinya sehingga dosenku yang mengajar harus meninggalkan kelas. Entah mengapa aku tiba-tiba penasaran dengan pengirim surat yang aku terima, meski sebetulnya aku ketakutan.
“Jalan yuk, aku yang traktir” Risma menarik jariku
“kita makan saja karena pukul 14.50 aku punya janji” jawabku menerima tawaran Risma karena waktu masih pukul 14.30
“Aku duluan ya, baru saja ibuku menelfon, katanya mau diantar belanja” kata Rangga sambil memegang ponsel miliknya
“hati-hati salam sama Ibumu, bilang ke ibumu salam dari Sinta si cantik jelita” Kataku sambil tertawa
Lalu aku dan Risma bergegas ke kantin, dengan rasa penasaran yang membara aku terus menerus menatap arlojiku, ya namanya juga orang yang penasaran, tidak sabar untuk mengungkap pelaku surat misterius, lama-lama aku lumutan kalau sedang mati penasaran.
Waktu menunjukkan pukul 14.50, taman kota dari kampusku kira-kira berjarak ± 5 KM, aku berdoa semoga jalanan tidak macet karena biasanya setelah jam 15.00 jalanan akan macet.
∞∞∞
Aku sudah sampai di taman kota tepat pukul 15.20 karena jalanan juga tidak macet alias rame lancer tidak merayap. Tiba-tiba ada lagi yang memberiku surat berwarna merah maroon lalu aku membuka surat tersebut.
“ Dear Sinta
pasti kamu terlambat entah itu berapa menit intinya kamu terlambat. Tepat disebelah kanan kamu, ada bangku kosong dibawah pohon mahoni silahkan berjalan kesana, jangan kaget ya”
Aku semakin penasaran maksud dari surat tersebut seakan-akan memberikan teka-teki yang sulit ditebak ibaratnya TTS yang sulit di isi, begitu pula surat tersebut yang berisi teka-teki petunjuk arah.
Aku berjalan perlahan mencari bangku kosong yang dimaksud dalam surat, aku telah menemukan bangku tersebut tepatnya aku sudah duduk di bangku yang berada di bawah pohon mahoni. Aku melihat ada kotak berwarna merah maroon sesuai warna favoritku.
“silahkan buka kotaknya” aku membuka kotaknya secara perlahan, eh isinya cuma mp3 mini yang sempat booming pas tahun 2010 di lengkapi dengan headset berawarna biru.
“dengarkan lagunya baik-baik, setelah kau memakai mp3 tersebut jangan lupa menghadap ke depan”
Dengan bodohnya aku benar-benar menuruti perintah isi surat misterius yang ada ditanganku, aku menyetel Mp3nya ternyata lagu yang pertama aku dengar adalah lagu "Terry Harusnya memilih aku" sambil melihat kedepan, ternyata aku melihat sesuatu yang mencengangkan. Hatiku menciut baru saja pedang samurai menghantam dadaku, rasanya perih, sakit tapi tidak berdarah, otakku mendidih, tubuhku gemetaran, mataku menangis,
“Tercyduk”
Aku melihat dia bersama perempuan lain, berpegangan tangan dengan perempuan lain sambil bersandar dibahunya. Dia adalah pacarku eh dia mantan pacarku yang baru kemarin memutuskan hubungan kami tanpa alasan yang masuk akal, kami sudah berpacaran selama 3 tahun sudah banyak pengorbananku tetapi dia begitu tega mendua.
Aku berjalan perlahan mendekatinya, meskipun waktu itu matahari tidak terlalu panas.
“kamu tertangkap, siapa perempuan ini?” aku berteriak
“kamu? Kok bisa berada disini?” tanyanya heran
“oh karena perempuan ini kamu memutuskan hubungan kita? oh Karena dia kamu meninggalkanku? Aku kecewa sama kamu” aku menangis sambil melemparkan kalung pemberiannya.
“aku sudah tidak mencintaimu lagi, pergi saja dari sini. Kamu itu perempuan bodoh”
Aku benar-benar emosi mendengarkan ia mengatakan aku bodoh, nyaliku berapi-api, aku tidak bisa menahan emosiku yang bergejolak. Tanpa hitungan detik aku tiba-tiba memukulnya dengan jurus mematikan, kebetulan aku menguasai  karate dan silat.
“hiiiiyyyyyaaaaaaaa” pukulan ku mengudara mengenai wajahnya hingga berdarah-darah.
Dimas benar-benar marah karena aku menyerangnya dengan tinjuan mematikan, perempuan yang bersamanya terlihat ketakutan.

∞∞∞
Aku kesal dengan realita yang telah aku hadapi tetapi aku masih penasaran siapa yang mengirim surat misterius itu. Aku meninggalkan Dimas yang tergeletak di tanah karena aku menyerangnya sampai babak belur. Lagi-lagi ada yang memberikan surat kepadaku dengan rasa penasaran aku menoleh kiri dan kanan tetapi aku tidak melihat sosok yang mencurigakan.

“Selamat, kamu sudah memecahkan misteri yang membuat hatimu hancur, nanti kamu akan tertawa bahagia setelah mengikuti semua permainan ini, sampai besok. Semoga esok akan tertawa eh jangan nangis ya kalo sudah di rumah”

Kamis, 12 Januari 2017

Chapter 3: Pajjenangeng dan Colo'Aju

Aku masih berusia 6 tahun adikku masih berusia 4 tahun kami selalu bersama ketika hari libur karena kami berdua tidak seatap.
waktu itu hujan turun begitu lebat, langit begitu gelap, tak seorang pun berlalu-lalang, suara gemuruh begitu keras membuat kami merasa ketakutan , angin begitu kencang, pepohonan menari-menari, kami menangis tersendu-sendu karena kami takut ibu dan ayah kami tidak pulang. Waktu itu sekitar jam 18.00 pelita dan seisi kebun yang jadi saksi.
Ibu dan ayahku meninggalkan kami berdua di tengah kebun hingga petang tiba, kami begitu khawatir karena orangtua kami belum pulang. Aku menyelimuti adikku dengan sehelai kain tipis agar adikku tidak kedinginan. Aku melihat sudut ke sudut , lalu aku melihat sebuah pelita (dalam bahasa bugis itu disebut pajjenangeng).
Aku mencari colo’ (korek api) untuk menyalakan pajjenangeng. Aku berusaha pajjenangeng bisa menyala namun colo’ yang aku pakai habis karena saat itu aku menggunakan colo’ aju (korek kayu) aku tidak berhasil menyalakan pajjenangeng hingga akhirnya kami menangis lebih keras.
“emma’….emma’…. bapa’ bapa’…. Lisu ni mitauka” aku bertriak sambil berpelukan memanggil ibu dan ayahku pulang karena kami merasa ketakutan. Diseberang rumah kebun kami ada kuburan, terkadang kami mendengar suara tangisan yang entah dari mana, waktu itu Andika baru saja meninggal dan dikuburkan diseberang rumah kami.
Kami semakin ketakutan hujan pun semakin deras, nyamuk-nyamuk menggit kami dan membuat kami semakin menangis. Tiba-tiba ibu kami memanggil kami berdua.
“nak.. nak.. nak… ibu disini bersama ayah mu” teriak ibuku.
Ayahku menyiapkan kuda untuk di tunggangi kembali ke rumah, kami ber-empat pulang bersama-sama,aku dan adikku menunggangi kuda yang ditarik oleh ayahku dan ibuku berjalan bersama ayahku, kami menggunakan senter yang warna lampunya masih berwarna merah karena waktu itu lampu senter berwarna putih belum ada”
“emma’ bapa’ denre mitau-tau ka sibawa anrikku” aku mengatakan kami merasa ketakutan.
“magai mu terri na’ aja’ mu terri engka mua” ibu ku mengatakan kalian jangan menangis ibu ada disini.
Ditengah perjalanan hujan tiba-tiba redah, namun angin begitu kencang, tidak lama lagi kami akan tiba ke desa tempat tinggal kami, tiba-tiba senter yang kami gunakan mati karena batrainya bermasalah, kami berjalan di tengah pohon coklat tanpa cahaya.

Aku merasa takut,aku hanya menutup mata dan menangis tanpa suara  aku mendengar suara anjing yang menggonggong, lalu aku membuka mataku perlahan-lahan hingga cahaya lampu terlihat,kami sudah tiba hingga akhirnya kami mendengar suara yang menjerit kesakitan, ibuku mengikuti suara tersebut ternyata suara tetangga yang sedang melahirkan anak pertamanya.

Sabtu, 29 Oktober 2016

Chapter 2: Sepanjang Jalan

waktu itu matahari begitu panas,keringat ku membasahi seluruh badan hingga baju terlihat basah seperti bekas air yang tumpah. Aku mendengar teman ku mengeluh kenapa kita harus dilahirkan dengan nasib yang seperti ini? tiap hari kami melewati jalan ini dengan berjalan kaki,apa dosa kami sehingga kami hanya bisa berjalan kaki menuju sekolah,aku benar-benar membenci hidup ini.
Aku hanya diam menikmati apa yang aku hadapi meskipun aku kadang merasa tuhan itu tidak adil. Aku hanya bernyanyi di dalam hati karena tenggorokan ku kering,aku merasa berada di oasis yang begitu panas. Kami hanya berdua,entah mengapa jalanan begitu sepi,waktu itu mobil pete-pete hanya 1, mobil tersebut hanya khusus anak SMA yang disewa perbulan, kami tidak bisa menyewa mobil tersebut waktu itu kami masih SMP kami hanya berjalan menuju sekolah kami bisa dikategorikan rakyat miskin meskipun seperti itu tapi kami benar-benar memaknai apa itu persahabatan.
Ketika kami berjalan tiba-tiba teman kami datang menghampiri, "kenapa ko cuma berdua? manai teman-teman mu? kasihan di tinggalkan ko pasti" tanya nya. "kau iyya ditinggalkan sama teman mu kah sendiri ko" jawabku nyolot  ,kami beradu mulut,hingga kami benar-benar bertengkar. "weh tunggu ka dulu nah,tidak mau ko makan bunne? ada bunne disini,bisa di makan tapi masih kacci kapang" ia memanjat pohon yang berada dipinggir jalan "saya mu kasi eh, minta ka lagi 1 tangkai, belum pi merah sekali ini" kata temanku "eh, dongo' punyanya orang itu kenapa ko ambil ki,nyak ada nanti baca-bacana, sakit nanti perut mu kalo kau makan itu" kata ku menakut-nakuti mereka berdua tiba-tiba mereka berdua berlari mengejar ku sambil melemparkan bunne (semacam blueberry tetapi dalam bahasa bugis) baju ku yang putih penuh noda,kami hanya tertawa tidak memperdulikan apapun,kami benar-benar menikmati perjalanan ini.
"fyaaaaa,awasss ko saya kejar ko,baju ku kau kotori" kami berlari sambil tertawa seakan-akan kami tidak mempunyai masalah "kau juga kotori bajuku" kami bertiga telah melewati persawahan yang panjang kami benar-benar tidak merasakan betapa teriknya matahari dan betapa keringnya kerongkongan kami, hinga kami tiba di rumah masing-masing aku masih berjalan sendiri letak rumah ku sisa beberapa meter lagi,aku tersenyum sendiri memikirkan betapa indahnya hari ini meskipun aku merasa kecewaan karena menganggap tuhan tidak adil,tetapi aku sadar tuhan itu adil.

Jumat, 23 September 2016

CHAPTER 1: CAMBEU

Jam 18.00
Kami masih sibuk bermain di tengah lapangan yang disekitarnya terdapat pohon bambu. Seharusnya kami harus pulang ke rumah tetapi kami masih saja sibuk bermain-main dende’dende’ (permainan tradisional yang bergaris lalu melompat dengan satu kaki). Diantara kami ada yang tiba-tiba merasa ketakutan seakan ia baru sadar saat ini sudah petang. Kami percaya bahwa cambeu itu benar-benar ada,dimana bentuknya seperti bola yang bulat,juga memiliki mata,cambeu tersebut tinggal dibawah pohon bamboo, namun cambeu tersebut bisa membunuh jika kita mengatakan “engkai ambo’mu mattiwi pico-pico melati”  tetapi cambeu tersebut akan pergi jika kita mengatakan “engkai indo’mu mattiwi pico-pico melati”, konon katanya cambeu tersebut sangat membenci ayahnya karena cambeu tersebut adalah hasil aborsi yang digugurkan akibat keinginan sang ayah akan tetapi ibunya tidak ingin mengaborsikannya.
Aku mendengar cerita ini dari teman sekolah ku dan kami akhirnya benar-benar percaya bahwa cambeu itu ada,bahkan kami tidak berani bermain dibawah pohon bambu. Waktu itu kami merasa ketakutan dan berlari begitu kencang untuk pulang ke rumah. Tapi, aku tidak bisa berlari kencang,mereka meninggalkan ku hingga akhirnya aku menangis saat berlari. Ingus ku dan air mata ku seirama membasahi pipi ku yang berwarna sawo matang,hingga detak jantung ku tidak beraturan.
Aku tidak pernah di ajari tentang tahayyul,atau tentang pamali-pamali yang biasanya banyak orang yang percaya,karena orang tua ku tidak pernah mengajarkan hal semacam itu,tetapi hanya mengajarkan tentang shalat,puasa,mengaji,zakat,dan dosa-dosa yang tidak boleh dilanggar oleh agama islam. 
Aku mengenal pamali-pamali dari teman-teman ku hingga dari para tetangga namun aku agak tidak memercayainya meskipun waktu itu aku hanya berusia 6 tahun karena doktrin dari keluarga ku sangatlah kuat sehingga aku tidaklah memercayai pamali-pamali tersebut.
“jangan memakai payung di dalam rumah nanti akan terjadi sesuatu,jangan menyimpan sendok diatas panci nanti ketika kamu dijalan kecelakaan,jangan tidur memakai bantal guling nanti kamu kecewa,kalo mengerjakan sesuatu jangan disisa nanti punya ibu tiri,dan banyak lagi”
Aku sama sekali tidak percaya dengan pamali-pamali tersebut tetapi seiring berjalannya waktu,saat ini aku memercayai satu pamali karena hal tersebut benar-benar terjadi kepada ku dan aku tidak punya waktu untuk menyesalinya. Selain pamali,aku juga mengenal yang namanya tradisi dan lagi-lagi aku tidak mengetahui hal tersebut dari orang tua ku.
Disaat aku masih berusia 8 tahun aku pernah memakan makanan dari acara tradisi-tradisi yang diadakan tetangga ku,disaat itu aku pertama kalinya mak n disebuah acara tradisi-tradisi yang diadakan oleh sebagian warga di desa ku. Waktu itu aku memakan daging ayam dengan begitu lahap karena aku menyukai segala jenis daging selama itu masih halal. Sulit dipercaya,disaat aku kembali ke kediaman ku mengapa aku merasa lemah,badan ku panas dan aku benar-benar memuntahkan apa yang telah aku makan. Wajah ku memerah,mata ku berkaca-kaca,kepala ku berdenyut-denyut,dan tubuh ku lemah, nenek ku mengatakan
“ nak, sepertinya kamu telah memakan makanan yang sudah di bacai-bacai (baca-bacai adalah bahasa bugis: tradisi orang bugis yang memkai kemenyan,seperti perayaan hari kematian,perayaan panen,dan perayaan disaat membeli barang baru) kamu jangan memakan makanan yang sudah dibaca-bacai karena banyak setan yang telah mengencingi makanan tersebut itulah penyebabnya kamu seperti ini”
Nenek ku mengajarkan untuk tidak memakan makanan dari acara tradisi-tradisi yang dijalani orang lain karena nenek ku mengatakan hal itu dilarang oleh agama islam. Namun,orang yang melaksanakan tradisi “mabbaca-baca” tersebut tidak akan bisa meninggalkannya karena mereka telah percaya bahwa tradisi mabbaca-baca tersebut akan memakmurkan kehidupannya. Akhirnya aku mengerti mengapa keluarga ku tidak memiliki tradisi-tradisi yang biasa orang lain kerjakan.


Selasa, 20 September 2016

PUBERTY

Cinta itu tidak buta tetapi mata dan hati yang telah buta. Ketika mata bisa melihat keganjilan,ia hanya bisa diam karena cinta,begitu pula dengan hati. Ketika engkau mencintai kamu tidak akan bisa memberikan sebuah alasan. Jika alasan itu ada maka engkau hanya ingin memberikan secuil bukti agar bisa di percayai,meskipun itu hanya secuil.
Disaat matahari begitu terik dia tetap menggenggam tangan ku,hingga membuatnya begitu silau,yang aku tahu aku hanya berada disampingnya tepat diatas kendaraan beroda dua yang berwarna merah berpadukan warna putih, aku berada diatas benda yang terlihat bersih itu bersamnya,ketika ia mulai melihat wajah ku di spion,aku merasa bersyukur hingga aku benar-benar berpikir akan selalu berada disampingnya meski kami hanya berjalan kaki saja tetapi kenyataannya kami sedang berada diatas benda beroda dua. Aku tersenyum melihatnya dispion,aku memeluknya dengan erat dari belakang dengan penuh rasa cinta.
Aku selalu bersandar dibahunya yang bidang,aku menyukainya ketika aku bersandar dan aku mulai memikirkan “aku akan selalu berada disampingnya”. Ia belum pernah memeluk ku disaat aku menangis,tetapi ia pernah memelukku disaat aku benar-benar merasa sedih tepatnya malam itu disaat aku terakhir melihatnya,begitu banyak gurauan yang telah ia buat namun aku benar-benar bersedih.
Seminggu sebelum ia melancong ke tanah rantauan,kami menghabiskan waktu bersama. Waktu itu kami melalui banyak waktu,bahkan kami sempat berselisih paham beberapa kali,kami tertawa bahkan bersedih. Waktu itu kesehatannya terganggu tetapi aku tidak mengetahui hal tersebut,ia telah menunggu ku berjam-jam di mesjid kampus ku itu semua karena aku yang akan mengikuti mid text,aku begitu cemas membuatnya menunggu,mid text tersebut tidaklah seperti mid text pada umumnya,ketika aku mengerjakan soal ujian pikiran ku hanya dia “aku akan menyelesaikan ini dengan cepat” akhirnya aku selesaikan hanya 20 menit aku tidak perduli apa hasil dari ujian ini.
Aku berlari dari lantai 3 ke lantai dasar lalu ia tiba-tiba menghapiriku,wah aku begitu bahagia,namun disaat menjelang magrib ia mengatakan bahwa ia sakit dan aku merasa begitu khawatir,aku menyentuh wajahnya dan ia benar-benar terserang flu,tetapi dia tetap tertawa meskipun ia tidak tahu jika aku benar-benar menghawatirkannya,aku selalu memandangnya dalam diam. Kami melewati banyak waktu,kami pernah tertawa,bersedih,menangis,bahagia,hingga kami berselisih paham. Kami pernah bertengkar hebat namun kami tetap bertahan,meskipun situasi kami benar-benar buruk seperti angin topan yang memporak-porandakan rumah yang roboh. Karena aku percaya kami akan dipertemukan kembali jika kami benar-benar ingin dipertemukan.
Ketika hujan turun begitu lebat,ia bahkan tetap menggenggam tangan ku hingga melindungi ku meskipun ia merasa kedinginan. Waktu itu aku tidak berdaya,aku berbisik “aku benar-benar mencintai mu dan akan selalu berada disamping mu,apa pun yang akan terjadi aku akan selalu berada disamping mu”.

BERSAMBUNG…..